Halo semuanya! Apakah kalian familiar dengan istilah hiperandrogen? Atau malah belum pernah dengar sama sekali? Mungkin bagi para blogger yang sudah blog walking ke beberapa postingan mengenai hiperandrogen sudah mengetahui tentang hal tersebut, ciri-cirinya, dampaknya, dan bagaimana cara mengatasinya.
Di postingan kali ini, kurang lebih aku akan mengupas tuntas beberapa poin di atas itu karena beberapa hari yang lalu, aku berkesempatan untuk mendengarkan pemaparan dr. Triwiji Nurdiastuti, M. Biomed (AAM) di acara Discover New Confidence yang diselenggarakan oleh Bayer Indonesia, Gue Sehat, dan Beautynesia. Tapi, sebenarnya postingan ini akan lebih menekankan ke salah satu gejala hiperandrogen itu sendiri, yakni jerawat. Karena tentu saja sulit untuk membedakan yang mana jerawat karena stress, makanan, atau hiperandrogen bagi yang belum tahu.
Hiperandrogen bisa dibilang merupakan kelebihan hormon androgen (yang umumnya lebih banyak ada pada laki-laki) di tubuh perempuan. Sekitar 10-20% perempuan memiliki gejala hiperandrogen, lho!
Gejala-gejala hiperandrogen apa saja sih? Apakah bisa dikenali? Well, pada perempuan, hiperandrogen dapat dikenali setidaknya melalui beberapa gejala klinis, di antaranya: peradangan kulit bagian atas (seborrhea), tumbuhnya rambut pada bagian tubuh perempuan yang tak biasa (hirsutism), serta kebotakan yang diawali dengan rambut rontok (alopecia). Selain itu, timbulnya banyak jerawat yang parah sehingga susah diatasi juga merupakan salah satu gejala hiperandrogen karena hormon adrogen yang berlebih menyebabkan kulit perempuan memproduksi sebum atau minyak yang berlebih. Kemudian, penumpukan sebum inilah yang akan meningkatkan jumlah bakteri P acne dan menyebabkan peradangan atau jerawat yang sulit diatasi.
Jerawat hiperandrogen ini bukan hanya timbul di wajah, lho! Tapi juga bisa timbul di berbagai area tubuh lain dengan densitas minyak yang banyak seperti rahang, lipatan dada, hingga punggung.
Seperti yang kalian tahu, sebenarnya penyebab jerawat ada banyak banget kan? Bisa karena merokok, gangguan hormon, faktor eksternal (kosmetik, obat-obatan), genetik, atau bahkan stress. Nah, terus gimana caranya membedakan penyebab jerawat hiperandrogen dengan yang lain?
Ciri-ciri jerawat hiperandrogen:
1. Cenderung lebih sulit diatasi dibandingkan dengan jerawat biasa
2. Lebih parah dan berpotensi menimbulkan bekas luka
3. Dapat timbul di berbagai area tubuh dengan densitas minyak yang banyak
4. Dilihat dari produksi minyak yang masih banyak meski sudah menggunakan obat topikal (oles) dan oral.
Untuk mengatasi jerawat hiperandrogen ini dapat menggunakan berbagai pilihan terapi, ada GnRH analog, retinoids, antibiotik, benzoylperoxide, insulin-sesitizing drugs, kontrasepsi oral, dan antiandrogens (spironolactone, CPA, finasteride, flutamide).
Antiandrogens sendiri gunanya untuk mencegah efek biologis atau kerja hormon androgen di sel target atau jaringan. Pada perempuan, biasanya diresepkan untuk jerawat, seboroik, hirsutisme, dan androgenic alopecia.
Salah satu obat yang bisa digunakan untuk mengatasi jerawat hiperandrogen ialah kontrasepsi oral atau pil kontrasepsi. Bagaimana bisa? Karena pil ini terdiri dari kombinasi estrogen dan progesteron. Estrogen akan meningkatkan produksi protein pengikat androgen yang dihasilkan oleh hati sehingga hormon androgen pada perempuan akan menurun, selain itu progesteron juga bersifat antiandrogen sehingga jumlah hormon androgen juga akan menurun.
Setelah membaca ciri-ciri dan sedikit penjelasan, apakah kamu sudah dapat membedakan penyebab jerawatmu? Jika menurutmu kamu memiliki jerawat hiperandrogen, segera konsultasikan ke dokter ya! Semoga bermanfaat ^^
wah keren mbak artikelnya. saya akhirnya dapat tambahan ilmu lagi
ReplyDeleteTerima kasih... alhamdulillah, seneng kalo artikelnya bisa bermanfaat
DeleteWah, ini penting banget. Apalagi aku kalau muncul jerawat pasti tipe yang keras dan enggak bisa pecah gitu. Jadi, hilangnya susah.
ReplyDeletepretty-moody.blogspot.co.id
Coba dikonsultasikan ke dokter, Mbak
Delete